Tombo Ati
In Memoriam : Pak Chris and Pak Madattu
But I know, we love him verri mucho!
Why?
Because he loves us too!
Although he's always yelling at us, called us Gombal (some kind of stupid) and Kurang Gizi (Malnutrition) when we didn't do the math task or do not want to get any math lesson that day because of boring!
I know, he just wanted to give us sciences, experiences, and the meaning of life.
He's calm, never yelled, and never angry to us
He's my favorite teacher, too.
He teach us the soil coats, the erosion, the climate, the weather change, the 7 atmosphere layers, ...
Are there any different between the atmosphere coats and the heaven sky?
On which coats do Pak Madattu now?
Love Song
One day in your life One day in your life One day in your life You'll remember me somehow
You'll remember a place
Someone's touching your face
You'll come back and you'll look around you
You'll remember the love you found here
You'll remember me somehow
Though you don't need me now
I will stay in your heart
And when things fall apart
You'll remember one day...
When you find that you're always waiting
for the love we used to share
Just call my name
And I'll be there
Though you don't need me now
I will stay in your heart
And when things fall apart
You'll remember one day...
When you find that you're always longing
<for the love we used to share
Just call my name
And I'll be there
(Ohh...)
k e a j a i b a n
Yang jelas, saya mengalami apa yang kusebut ajaib itu suatu waktu dulu di Tanah Suci Mekkah.
Ibu juga menjadi TKHI pada musim haji itu. Jadi kami sering ketemuan di Masjidil Haram. Tempat favorit kami adalah di lantai 2 segaris dengan Multazam. Musim haji tahun itu sungguh merupakan berkah bagi kami karenanya.
Di depan Multazam itulah kami mendrop banyak doa, meminta kesehatan, memohon citacita kami dikabulkan, dan lainlain.
Hari itu, saya dan Azwar duduk bersisian usai shalat ashar di tempat favorit kami tersebut. Kami masih duduk membaca doa dan terpekur untuk kesekian kalinya memandang takjub putaran jutaan manusia di bawah sana berthawaf. Mengelilingi Ka’bah 7 kali. Lantun doa terdengar gemuruh memberi warna tersendiri.
Saat itulah, terbang seekor burung merpati, rendah di atas kepala kami, berputarputar. Burung merpati memang sangat banyak jumlahnya di halaman mesjid, jinak, dan kami sering membeli 1 kantong biji gandum seharga 1 real untuk memberi mereka makan langsung dari telapak tangan kami. Menurut cerita orang, merpati adalah burung peliharaan nabi Muhammad SAW.
Merpati yang terbang di atas kepala kami tadi kemudian menjatuhkan biji gandum di atas sajadah kami. Sajadah saya dan sajadah Bang Azwar yang masih terhampar di hadapan kami. Saya tertawa dan berkata, “Lucunya burung itu, dia kira kita juga makan gandum kali ya?”
Bang Azwar juga ikut tertawa.
Lalu saya dan Bang Azwar mengumpulkan bijibiji gandum di atas kedua sajadah kami. Dari kedua alas sembahyang itu kami mengumpulkan biji gandum sebanyak tujuh. Biji gandum itu berjumlah tujuh. TUJUH. Angka yang oleh sebagian orang dianggap punya makna penting. Kami mencari lagi siapa tau ada yang masih tersisa, tapi ternyata sudah tidak ada lagi yang lain. Pun di atas lantai atau sajadah orang di sebelah kami.
Bang Azwar berkata, “Simpan saja, Gi!” setelah saya menyerukan jumlah tujuh biji gandum.
Kami menyimpannya hingga saat ini. Entah pertanda apa ketujuh biji gandum itu. Tapi kami berdua yakin pada waktu itu (dan sampai saat ini) bahwa Tuhan Yang Maha Tau dan Maha Penyayang memberikan tanda untuk menyatukan kami berdua. Amien...
Masih di Masjidil Haram...
Malam itu malam tahun baru Hijriah 1423, saya dan Bang Azwar mengambil keputusan untuk bermalam di mesjid.
Sudah jam 9 malam ketika kami sampai di mesjid. Saya ajak Bang Azwar untuk naik ke pelataran lantai 4, bagian mesjid yang tidak beratap, “Yuk kita lihat langit!” begitu ajakku. Bang Azwar mengangguk dan kami pun melangkah ke eskalator menuju lantai 4. Tidak ada orang yang mengikuti jejak kami. Suasana bagian mesjid ini sepi. Mungkin di pelataran di atas banyak orang ya? Begitu bathinku saat itu.
Sesampai di lantai 3, baru akan melangkah ke jejakan eskalator berikutnya, tibatiba, entah muncul dari mana, seorang wanita berjubah dan bercadar hitam datang dan berseru pada kami, “Hayya hajjah, hayya hajj,” lalu mengulurkan tangannya, ternyata dia memberikan 2 buah kembang gula berbentuk wajah orang, warnanya satu pink dan satunya lagi hijau. Kuambil dan kuserukan “Thankyou, hajjah!” lalu kami kembali mengamati kedua permen itu. Mungkin cuma tiga detik, mungkin lima detik, saat kuangkat wajahku, wanita berjubah itu sudah hilang. Kutengok ke eskalator turun dan yang naik, dia tidak ada. Mana mungkin dia menghilang begitu cepat? Saya dan Bang Azwar kembali terperangah merasakan keanehan/keajaiban ini.
“Mungkin tadi itu malaikat ya Azwar?” tanyaku dengan sepenuh heranku.
“Tapi permennya asli, Gi!”
“Iya tapi ke mana dia?”
Mungkin bila seperti di filmfilm, mustinya bisa kami lihat asapnya dulu sebelum dia betulbetul menghilang. Ah, dia raib terlalu cepat!
Saya tidak ingat apa saya memakan permen itu, kayaknya sih iya, yang saya ingat, Bang Azwar kuberi satu yang warna hijau.
Kembang gula berarti manis ya? Mudahmudahan hidup kami dipenuhi kemanisan, Insya Allah. Amien.
Keajaiban lain, lokasi lagi-lagi : di Masjidil Haram.
Saat berusaha mencium Hajar Aswad, saya ditemani Bang Azwar dan seorang kenalan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Cairo. Kukira di akhir musim haji, saat sudah banyak jemaah yang pulang ke negaranya masingmasing, kepadatan orang berthawaf juga akan berangsurangsur berkurang. Ternyata dugaanku salah. Jemaah yang tersisa malah terasa makin bersemangat dan berlombalomba menyempurnakan ibadahnya. Hal ini membuat kami pun berpikir, apa boleh buat, kita pun harus bersemangat menyempurnakan segalanya, termasuk mencium Hajratul Aswad.
Sebelumnya kami mengatur strategi, bagaimana caranya mendekati, bergiliran mencium dan bagaimana keluar dari kerumunan tersebut. Nah setelah mantap, kami pun berjalan mendekati pintu Kabah dari arah kanan (berarti kami akan melawan arus yang bergerak ke kanan. Kacamataku kulepas, kuletakkan di dalam tas yang tergantung di leherku. Kami bertiga bergenggaman erat, Kenalan yang mengantar tersebut di depan, saya di tengah dan Bang Azwar di belakangku. "Tidak boleh terlepas!" begitu kata sang pengantar kami. Di depan kulihat jubah Askar (tentara lakilaki = anggota keamanan mesjid) yang berdiri di ketinggian semen di tepi Hajar Aswad. Mungkin maksudnya untuk menjaga agar tidak terjadi keonaran di sekitar Batu Suci itu. Kami ikut antrian yang makin rapat di sekitar kami. Mudahmudahan kacamataku tidak pecah, doaku seraya merasakan kesesakan itu.
Namun, percobaan pertama kami itu gagal. Tibatiba keadaan menjadi kacau, ada desakan dari depan. Dan karena kami melawan arus, kami menjadi kacau dengan antrian kami yang tadi. Ah, mana barisan kami? Rasanya dada mau pecah sesak. Ingin menangis rasanya, siasia antri sekian lama. Desakan dari depan dan belakang seperti mengambil semua oksigen di sekitarku. Bagaimana bisa kami menembus semua ini? Akhirnya kami menyerah, apalagi saat peganganku dengan kedua orang yang lain terlepas. Saya mundur, menerobos kerumunan manusia. Kalah.
Wah, bagaimana ini? Sang kenalan yang mahasiswa Cairo, yang notabene sering mengantar orang mencium Hajratul Aswad pun tidak sanggup menahan gelombang manusia yang ratusan jumlahnya itu.
Dia menoleh ke arahku, "Hajjah... Hajjah!" tapi dikebaskannya kakinya, mungkin supaya saya melepas tarikan di jubahnya.
"Help me, Mister!" seruku putus asa dengan dada sesak akibat himpitan.
Dia menoleh lagi, kali ini tersenyum dan melambaikan tangannya menyuruh sabar dan tetap maju. "Hayya... hajjah!" katanya
Tibatiba kulihat di depanku seorang teman Taufiqullhidajat (Kak Onasis), anak Pak Ande (Tiga Utama, ONH Plus)
"Kak OO!" seruku keras dan panjang.
Dia menoleh "Eh Gi... siniko!" lengannya melepas rangkulannya dari seorang bermukenah di depannya dan kemudian merangkul saya. Saya maju selangkah didorong bang Azwar di belakangku dan Nugroho di belakangnya lagi. Tibatiba rangkulan Kak Oo terlepas karena dia harus menolong wanita di depannya untuk mencium Batu Suci, tapi kemudian dia sempat berseru, "Ayo maju, Gi!"
Dan tibatiba di depanku berdirilah Hajratul Aswad, Batu Suci, The Black Stone. Seperti dalam film yang sementara di-"slow motion":
Saya terperangah 1 detik
Memasukkan kepala ke dalamnya
Hanya bisa membaca bismillahi alhamdulillah 3 kali
Merasakan wangi dari batu itu
Melihat tanda seperti 3 buah cap jempol warna putih di dalamnya
Merasakan kesunyian di dalam relung batu
Tidak mendengarkan lagi onar di sekelilingku, seperti masuk ke dunia lain
Dan tibatiba, saat semuanya usai, saya terdorong ke belakang, kakiku melayang. Entah apa yang terjadi, tibatiba saya sudah berada di belakang kerumunan manusia, di lingkar terluar thawaf, jauh dari Hajratul Aswad.
Saya terduduk, air mata berlinang, "Maha Suci Engkau, Ya Allah. Maha Pemberi segalanya. Terima kasih untuk memberikanku kesempatan ini.
Kutunggu Bang Azwar dan Nugroho yang mengalami kejadian serupa datang mendekatiku. Rupanya setelah mencium tadi, jemaah di belakangku yang mengangkat badanku. Rupanya begitulah cara keluar dari sana dengan aman! Kami dioverover di atas kepala para jemaah, agar tidak terlindas manusia yang maju.
Berikutnya adalah saat kami akan melewati harihari terakhir di Mekkah. Dua hari lagi kloterku akan pindah ke Madinah, sementara kloter Bang Azwar sore ini. Jadi saya menemaninya Thawaf Wada siang itu. Thawaf perpisahan. Kami sengaja masuk masjidil Haram dari pintu 24. Pintu Nabi, Babussalam, namanya. menurut sejarahnya, Nabi Muhammad SAW selalu melewati pintu itu bila hendak masuk mesjid. Dan kami sering melakukannya di harihari terakhir kami di Mekkah saat itu.
Siang itu udara sangat panas. matahari tepat di atas kepala. Jadi sewaktu kami menjejakkan kaki di pintu As-Salam, dan merasakan dinginnya marmer, terasa kesejukan mengaliri jiwa kami. Kami shalat dhuhur dan mulai berthawaf. Tidak terasa thawaf usai, kami bergegas kembali ke bagian mesjid yang beratap, mencari kran air zamzam dan minum sepuasnya. lalu kami duduk menatap Kabah. Tibatiba, datang seorang jemaah Indonesia menyapa kami. Dia orang Bugis juga, dan mengalirlah percakapan yang menakjubkan itu. Dia menceritakan bahwa dari Pintu As-Salam terdapat jalur yang selalu dilewati Nabi. Dia menunjukkan tiangtiang tempat dulu para jin dan syaitan menunggu Nabi Muhammad, menggodanya untuk tidak melakukan shalat, dan bagaimana Sang Nabi tetap teguh pada pendiriannya. Tiap hari, tiap waktu shalat tiba, beliau tetap berangkat ke mesjid menjalankan ibadah wajibnya dengan khusyuk. Kami mengikuti ceritanya dan berjalan bersamanya melalui tiangtiang tersebut.Keberuntungan kami saat itu juga kami anggap sebagai keajaiban karena ternyata, menurut "kawan" kami itu, tidak semua orang tau kisah ini, tidak semua orang tau dan turut melaksanakan napak tilas Nabi Muhammad setiap harinya. Kami beruntung karena sempat tau. Dan kami takjub karenanya. Maha Suci dan Maha Pemberi Engkau Ya Allah, terimakasih sekali lagi untuk kesempatan mengetahui di mana sebenarnya "Jalan Nabi" itu.
Cerita lain lagi : sebelum berangkat ke Tanah Suci, banyak yang memperingati kita untuk selalu menjaga mata, telinga, mulut dan hati selama di sana, karena banyak bala yang dapat terjadi di sana akibat perbuatanperbuatan kita, baik di masa lalu, apalagi di Tanah Suci itu sendiri. Semuanya dijaga, berusaha tidak melanggar aturanaturan, agar semuanya berjalan baik, selamat dan damai.
Nah, berhubung sudah diwantiwanti begitu, saya pun berusaha melakoninya. Mengingat saya termasuk cerewet, suka jelalatan dan lainlain. Namun ada satu masalah : saya tuh paling tidak bisa menahan mulutku untuk mengeluarkan umpatan bila ada baubau aneh meracuni hidungku! Tepatnya : bau badan! Alias bau sakkulu'! Ampuuuun deh... kalo kejadian. Pasti saya langsung "Wei.... kok tidak pake rexona seeeh?"
Bagaimana kalo kejadian di Mekkah begitu. Kita semua tau ada berbagai macam suku bangsa terkumpul di sepanjang musim haji begitu. Bagaimana seandainya saat thawaf misalnya, di mana orang berjalan berdesakdesakan, saya tibatiba mengaromai ketiak orang? Bagaimana selanjutnya? Oh ya, tadi kita diperingatkan untuk menjaga mata, telinga, mulut dan hati kan? Tidak ada yang menyuruhku untuk menjaga hidung kan? Ah.... pikiranpikiran itu agak menggangguku sebelum berangkat.
Bagaimana akhirnya? Saya berangkat ke Tanah Suci dengan otakku yang penuh dengan wantiwanti para kisanakku. Sesampai di sana, saya mulai melakukan rukun wajib dan sunat yang pertama. Sepanjang hari itu, saya terkagumkagum dengan Ka'bah. Dengan Masjidil Haram. Begitu pula pada hari kedua dan ketiga. Namun memasuki hari keempat, perhatianku mulai terpecah dengan flu yang datang tibatiba. Flu berat menyerangku, tidak demam, tidak batuk, tapi cukup menggangguku saat harus ruku' atau sujud. Dan yang lebih ajaib lagi : PENCIUMANKU HILANG!
So... selama beberapa hari berikutnya saya tidak berpenciuman. Bau apapun yang ada di sekitarku, tidak kuketahui jenisnya, dan tentu saja itu berarti saya tidak mencela, tidak mengumpat dan bisa lebih sabar menghadapi segalanya. Ajaib kan?
Seperti jemaah haji yang lain saya juga punya sebuah foto sedang mengendarai unta. Untaku bernama Mehbub. Dia cantik sekali, putih bersih dan sangat ceria dengan bungabunga dan permadani di badannyaOleh tukang unta, yang sekaligus tukang fotonya mengatakan bahwa saya cocok sekali mengendarai Mehbub (ehm.... ya iya laaah.... kan dia dapat duit kalo jadi!). Tapi kemudian dia melepaskan Mehbub untuk kukendarai sendiri tanpa tuntunannya. Untung hewan itu sangat jinak. Mungkin saking tenangnya Mehbub, saat turun, si empunya ngomong, "Wanna keep Mehbub? Bring him back home to Indonesia!"
Lucu kali ya, kalo saya pulang dari Tanah Suci oleholehnya unta hidup!
Terima kasih untuk segalanya, Ya Allah, Tuhanku Yang Maha Ghaib dan Maha Penyayang.
Selamat menyambut hari Raya Idul Adha 1430 H
Drakula Jago
Tiba-tiba dia lari secepat kilat, terus dua menit kemudian sudah kembali lagi.
Mukanya penuh lumuran darah, seringainya sereem, katanya, "Lu pade liat desa diseberang bukit itu ?"
Yang dua lainnya ngangguk, "Iya, liat."
Desa itu..... habiissss!," ungkap sang Drakula.
"Lu liat kota yang itu?," katanya sambil mukanya menunjukan kalau dia bangga.
"Iya, liat", yang dua ngangguk juga.
"Kota itu juga habiiissssss! " kata yang paling tua sambil ketawa serem,"Hua ha ha hah!"
Temannya yang dua terperanjat, soalnya belum sampe setengah menit dia sudah balik, dengan penuh cucuran darah di muka dan matanya.
Temennya yang dua membatin, "Gila ni drakula, sangar amat, ternyata dia
yang paling jago".
Sambil ngosngosan dia teriak, "Lu pade liat nggak tiang listrik di pas belokan sana?"
"Liat! Liat!", kata yang lain.
"Sialan, gua kagak liat!!" seru si drakula kesakitan....!
Tempat Praktekku
Tempat praktek yang kumaksud ini sebenarnya garasi rumah orangtuaku, namun karena kemurahan hati Ibu, kami diijinkan membuat 3 ruangan di dalamnya : ruang praktek Bang Azwar, ruang praktekku, dan OK kecil untuk kamar tindakan. Nuansa biru-putih di dalamnya kami yakini memberikan suasana bersih dan nyaman. Pembangunannya sudah rampung beberapa bulan lalu (durante Juli 2008). Selama bulan Juli itu, rumah penuh debu dan berantakan sekali rasanya. Kami pun berdebardebar dengan bayangan : bagaimana ya hasilnya nanti? Apa sesuai dengan keinginan kami atau tidak? Macammacam pertanyaan berseliweran. Pun untuk bentuk pembatas ruanganku dan ruangan Bang Azwar, pun untuk bentuk dan ukuran wastafel, ukuran meja, bentuk bed-periksa, danlainlain... dan lainlain. Syukurlah sejak Juli hingga November ini sudah berfungsi menerima pasienpasien kami. Jadi di rumah ini sudah 3 dokter yang berpraktek: saya, Bang Azwar, dan of course Ibu!
Acara Ombaomba, kata orang Bugis, yang artinya : selamatan naik rumah baru (!) berupa acara makan ondeonde (Jawa: kue klepon) dan songkolo (nasi ketan) yang dimakan dengan palopo (gula merah cair), baru kami laksanakan sekarang ini. Biasa... klise: baru ada waktu. So, this is the grand opening of our private clinic Acara dibuka dengan pembacaan doa syukur dan shalawat nabi, serta memohon ampunan dan berkah dari Tuhan. Yang pimpin oom-ku, adik ibuku, namanya Puang Setia. Lalu kami pun segera makan. Ada yang makan ondeonde, ada yang makan songkolo, ada yang keduaduanya. Syukur Alhamdulillah, nikmatMu hari ini ya Allah...
Berikanlah kami selalu kesehatan agar dapat selalu membantu orang sakit menjadi sehat kembali dengan ijinMu, ya Allah.
Mata Kaca
Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu saat saya bertugas sebagai Residen Bedah Junior di IRD RS Akademis
Di suatu siang, masuklah seorang ibu cantik dengan anak perempuan balitanya.
Si anak digendong karena darah mengucur dari kaki kanannya. Si ibu memberitahu kami bahwa si anak terjatuh dari tangga di rumahnya.
Setelah melakukan anamnesis (bertanya pada pasien dan ibunya tentang mekanisme jatuhnya) dan pemeriksaan fisik, kami berkesimpulan bahwa tidak ada tulang yang patah, dan yang robek hanya kulit dan sedikit otot di dekat tulang kering tungkai kanannya. Tapi untuk memastikan lebih lanjut, kami menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan radiologi tungkai kaki kanannya.
Si Ibu setuju dan dibuatlah foto rontgen kaki kanan anaknya setelah lukanya dibungkus kasa tebal.
Seperti dugaan saya sebelumnya, tidak ada tulang yang patah atau retak, jadi saya langsung membersihkan dan menjahit luka tersebut. Pada saat itulah saya melihat bahwa banyak bekas luka (sikatriks, scar) di tungkai anak tersebut, di lutut kiri, di kaki kiri, di tumit dan masih banyak lagi. Di lengan kanannya terdapat juga sebuah bekas luka panjang mulai dari bahu hingga siku.
Si ibu menjelaskan bahwa anak perempuannya itu memang nakal, sering jatuh karena manjat-manjat.
Saya tertawa saja dan menggoda si anak yang tampaknya tidak ngeri di”jahit”! Dia tidak nangis ketika lukanya dibersihkan lalu dijahit. Hanya matanya yang berkedipkedip berkacakaca, mungkin sudah biasa dijahit, lihat saja sikatriks di lengan dan kakinya!
Setelah semuanya selesai, si anak melompat bangun dengan lincahnya, ”Hei....!” teriakku kaget, ”Pelan-pelan, Sayang...nanti jatuh lagi!”
”Lihatlah itu dokter, dia benarbenar nakal kan!” si ibu mengomentari sambil melotot ke anaknya.
Saya tertawa lagi.
Tapi tidak tertawa lagi saat tiga minggu kemudian si anak datang dengan luka di kepala, kali ini diantar oleh bapaknya.
Setelah mengenali si anak, saya menanyakan padanya ”Mana ibumu?”
Dijawabnya dengan, ”Ibu dirumah, bu dokter...”
Kali ini dia tidak menangis juga, hanya kembali matanya berkedipkedip berkacakaca
Dari bapaknyalah kuterima penjelasan bahwa si ibu memang benar di rumah, stres mendekam di kamar.
Sesaat sebelumnya si ibu melempari kepala anaknya dengan stoples kaca.
Sesaat sebelum peristiwa "stopleskaca", si ibu memarahi si anak karena tidak menghabiskan makan siangnya.
Sesaat sebelumnya, sebelum si ibu memarahi anaknya, si bapak dan ibu bertengkar hebat garagara si bapak makin sering tidak pulang ke rumah, karena harus menjaga istri mudanya yang sementara dirawat di RS habis sectio (persalinan dengan operasi) anak pertama mereka.
Sesaat sebelum pertengkaran itu terjadi, ada seorang kenalan si ibu datang mengembalikan berlian jualan si ibu dengan alasan mutu berlian tidak sesuai promosinya.
Sesaat sebelumnya ....
Ah, betapa banyaknya kejadian beruntunruntun yang di ujungnya sini menyebabkan si anak berdarahdarah
Dan semua kejadian itu menyebabkan si anak perempuan manis hidup dengan badan penuh bekas luka. Dia berusaha menahan dirinya untuk tidak cengeng, tidak nakal dan tidak menyusahkan ibunya.
Hanya matanya saja yang berkedipkedip berkacakaca.
d i a m o n d
Hari Blogger Nasional
Selamat Hari Blogger Nasional
27 Oktober 2008
Keep blogging and writing, teman!
The Hands
It’s bizzare with my right thumb. I often hold the operation instruments, so now I have an ossify on my right side of my right thumb. Painless, do not bother, but now I like to scrap the ossifying with my right index finger. This generate a bliss for myself, although the ossify do not be quit from my thumb.
Same thing happen with guitar player, his left fingers point(which is not left handed) will ossifying too. So do with people who is using small/tight shoes, there’re ossify area at the outside of feet palm or in tread area of the palm near thumb or heel, or ankle
Unhappily, I cannot give good suggestion for myself, because how will I stop holding the operation instruments? It is my job. By keep holding the " trauma source" I could operate, could see the patient heal after operation, and.... can earn money!
UUD yes? Ujungujungnya Duit!
So Help me, God
some words for you
F R I E N D S
-----------
----------------------
-------------------------------------
---------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------
Friends Are Forever
Jon Secada : Angel and Just Another Day
"Angel"
But I still want to hold you close
Right now, is all I want from you
So give me the morning
Sharing another day
With you, is all I want to know
But the light of your eyes still shine
You shine like an angel
A spirit that won't let me go
Things I didn't want to know myself
I was afraid to show
But you gave me a reason
A reason to face the truth
To face the truth, face the truth, face the truth
But the light of your eyes still shine
You shine like an angel
A spirit that won't let me go
Won't let me go
Let go of my heart
"Just Another Day"
When you come home
I breath a little faster
Every time we're together
It'd never be the same
If you're not here
How can you stay away, away so long
hy can't we stay together
Give me a reason
Give me a reason.
I don't wanna find another way
Make it through the day without you
try to find exactly what I miss
It's just another day without you
It's just another day
Find the right lines
to make you stay forever
What do I have to tell you
I'm just trying to hold on to something
(Trying to hold on to something good)
Give us a chance to make it
Don't wanna hold on to never
I'm not that strong
I'm not that strong
I don't wanna find another way
Make it through the day without you
It's just another day without you.
s u a m i s t r i
= suatu pernikahan berarti pertautan 2 hati yang saling mencintai
= memperlihatkan rasa tanggungjawab terhadap kehidupan bersama
= juga bermakna penyatuan 2 keluarga
= pernikahan berarti ada sepasang cincin kawin yang mestinya selalu melingkar di jari
= dan suatu usaha mencari dan menyamakan kesukaan/hobby
= pernikahan berarti kalau bangun tidur pagi, kita harus membiasakan diri dengan adanya orang lain yang seranjang dengan kita (tidak boleh kaget, apalagi berteriak histeris!)
= dan pernikahan berarti mulai memikirkan :
-> mau bikin apa ya untuk sarapan, makan siang, makan malam suami nanti?
-> bagusnya hari ini suamiku pakai baju apa ya? Kemeja warna apa? Celana yang mana?
-> bagaimana dapat uang untuk beli susu anak dan tagihan sekolahnya
-> siapa yang musti bayar listrik, air, telpon, gas
-> bagaimana bayar cicilan mobil
-> beli sabun untuk nyuci pakaian setumpuk gunung, jangan cuma ingat belanja
lipstikbedakparfum
-> dan 2008 persoalan lainnya
Setelah diteliti, ditimbang dan dipikirkan baikbaik, ternyata : banyak yang aneh dalam hidup berkahwin itu, banyak positif-negatifnya, banyak pikir sana pikir sininya, banyak iyah-okeh dan ogah-emohnya, banyak pernyataan yang saling bertentangan, seperti :
= PERTAUTAN 2 HATI YANG SALING MENCINTAI?
Bagaimana kalau kedua hati itu lagi capek, banyak urusan dan tidak mau diganggu (dalam segala hal, mulai dari yang cuma mau diaaaaam saja nonton TV sampai yang tidak mau dicolekcolek!) atau bila yang satu lagi tidak mau ngobrol, sementara yang lain mau banget nyeritain kejadian lucu hari itu!). Apa kalimat “komunikasikan segala hal antara suami istri” masih berlaku pada saatsaat begini? Capek deeeeh....
Tapi coba ingat, mana itu masamasa perkenalan, atau pacaran atau ta’aruf atau apapun istilahnya yang dimaknai kalimat “tahu oncom pun serasa pizza”? Ingat dong itu semua, manis manis manis. Yang pertama dilakukan adalah “cooling down”, bo! Artinya : bobo aja dulu, baru ngobrol!
= TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEHIDUPAN BERSAMA?
Bila dulu kita hanya bertanggungjawab terhadap orangtua, guru, bahkan diri kita sendiri atas apa saja yang sudah kita lakukan, maka sekarang ada satu makhluk lagi bernama suami/istri yang harus dinafkahi, dicintai, disayangi, diurusi, dipatuhi, di... di... dipegang tangannya bila mau menyebrang jalan!
= PENYATUAN 2 KELUARGA?
Apa semua ikhlasikhlas saja bila harus mengetahui dan diketahui urusannya oleh keluarga di seberang
Apa yang musti disatukan oleh 2 rombongan manusia yang sedari lahir memang sudah terpisah?
Oh yayaya... ambil positifnya : kita dapat sodarasodara baru, kita menemukan kegembiraan baru saat berkumpul, kita punya orangtua, tante-om, kemenakan bahkan kakek-nenek baru! Mana ada di toko dijual kakek dan nenek baru. Kalo tidak pelcaya boleh lhu olang tanya toko sebelah!
= SEPASANG CINCIN KAWIN SELALU MELINGKAR DI JARI?
Terus terang kami tidak pernah memakai cincin kawin kami sehariharinya. Bagaimana mau dipakai kalau sebentarsebentar kami harus mencuci tangan. Yaaa... kami diwajibkan mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien, sebelum dan sesudah operasi, dan sebelum dan sesudah makan!
Jadi mending itu sepasang cincin kawin disimpan di dalam lemari saja, dan cuma dikeluarkan pada saat tertentu, misalnya saat mau ke pesta, mau diperlihatkan ke oranglain ---entah apa urusannya— atau saat perlu dijual karena kehabisan dana untuk dugem! Ajip ajip ajip ajip ajip ajip *musik dugem neh....*
Toh dengan tidak memakai cincin apapun di jarijari ini, bukan berarti kami tidak saling setia toch...
= MENCARI DAN MENYAMAKAN HOBBY?
Tujuannya tentunya agar suami-istri berdua dapat hidup rukun tentram dan damai, setuju? Kalau begitu coba kita telaah hobby suami dan saya. Betul.... memang ternyata sama, sang suami suka bercocok tanam, menanam pohonpohon penyejuk halaman dan sangat mencintai bunga yang bermekaran karenanya. Sementara saya pun sangat mencintai bunga.... bank!
Yu mari.... Mari ki’ di....
= TIDUR BERSAMA?
No comment untuk yang satu ini
= BELAJAR MASAK
Supaya tidak bingung dengan sarapan, makan siang, makan malam suami nanti, memang sebaiknya kita belajar masak, tapi kurasa lebih baik lagi kalau kita makan di luar saja. Nyamnyamnyam...
= TAGIHANTAGIHAN
Waktu pacaran, dana sekian puluh persen terserap untuk beli pulsa. Setelah berkahwin kami dipusingi oleh 2008 jenis tagihan yang sampai di rumah setiap bulannya. Rasanya tidak ada yang enak, yang satu tidak lebih baik dari yang lain. Ya iyyalaaah, mana ada urusan bayarbayar semacam itu menyenangkan? Tapi kalau masalah DIBAYARKAN/DIBAYARIN (dhuh... siapa tyuh yang begitu baik hati membayarkan?) pasti sangat sangat sangaaaat membahagiakan!
Begitulah kurang lebih. Semuanya simpel tapi rumit juga, suka namun sesekali ada juga dukanya, aneh tapi lucu juga....
Dirangkum sajalah menuju suatu kebaikan.
Harus begitu,
Selalu begitu.
Agar si sakinah, si mawaddah dan si warrohmah datang menghampiri rumah kita
Mau Cerita
To: "nust88" nust88@yahoogroups.com
Senangnya...
Hari pertama kemarin, waktu saya lagi tugas di Maros, dan dia lagi tugas di Mks, ku-sms-ki : Bos, rasanya tidak percaya kamu ada di
Hari kedua, tadi, saya masih buruburu ngecek cucian yang mustinya sudah kering karena harus segera dibawa pulang ke
-a
Katon dan Chrisye
tuk duduk menemani
bicarakan kisahmu sehari
Kadang ingin aku ikuti
ke mana engkau pergi
dan memandang senyummu berseri
Kini aku sadari
engkau begitu berarti
Isi ruang hidupku
Penuh cinta bertabur rindu
Kadang ingin jumpa dirimu
di setiap mimpiku
bersama berdua menyatu
Kadang ingin dengar suaramu
tuk menyanyikan lagu
yang hanya kucipta untukmu
Kini aku sadari
engkau begitu berarti
Isi ruang hidupku
Penuh cinta merindu
Jatuh cinta padamu
terkadang kepayangkan jiwaku
Kadang ingin kau duduk menemani
Kadang ingin ikuti engkau pergi
Kadang ingin jumpa di setiap mimpi
Kadang ingin dengar engkau bernyanyi
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ke mana langkahku pergi hanya ada bayangmu
Kuyakin makna nurani kau takkan pernah terganti
Saat lautan kau sebrangi janganlah ragu bersauh
Walau ke ujung dunia pasti akan kunanti
Meski ke tujuh samudra pasti ku 'kan menunggu
Karna kuyakin kau hanya untukku
Ke mana langkahku pergislalu ada bayangmu
Kuyakin makna nurani kau takkan pernah terganti
Pandanglah bintang berpijar kau tak 'kan pernah tersembunyi
Di mana engkau berada di sana cintaku
Walau ke ujung dunia pasti akan kunanti
Meski ke tujuh samudra pasti ku 'kan menunggu
Karna kuyakin kau hanya untukku