Catatan dari Danau Unhas (teruntuk Orbita'91)



Ada kenangan tersimpan di danau ini
bagiku, bagi kita sekawan FK'91, bagi angkatanangkatan yang lain, bagi fakultas lain, semuanya
bila masuk dari Pintu I Unhas, mengikuti jalan beraspal, layak rasanya bila kepala menengok ke kanan sekejap
(sekejap saja, kalau terlalu lama bisa nabrak atawa ditabrak, bos!)
tampak Danau Unhas di antara pepohonan yang sekarang rimbun
Tampak ketenangannya
Bila kita singgah dan mencoba berlehaleha di tepinya, maka kita akan terlena
hanyut dalam belai angin yang menggeser dedaunan
larut dalam kedalaman airnya yang biruhijau
terpukau saat menyadari sudah bertahun sejak kenangan itu dicetak
telah kabur dan rusak foto di lemari
sudah tak jelas pula runutan kejadian subuh itu
subuh ketiga masa pelonco
subuh bagian waktu Indonesia-Tamalanea
Jam yang hanya Yang Mulia Senior dan Paduka Allah yang tau kapan tepatnya 'subuh' itu

Saat itu
kita berjejer, berbaris rapi, antrian bebek, satu persatu tercelup ke dalam Danau Kenangan
direndam sampai di leher
yang cicing cuma keliatan kucirnya sedang yang cacang keliatan gundulnya seperti nyuknyang,
dan kita semua cacingcacing FK'91 menahan geli dan jijik saat lumpur dan entah makhluk apa di bawah sana merambati tungkai
tigapuluh menit ke mudian kita disuruh naik
ada yang ketinggalan sepatu,
ada yang kedinginan,
ada yang dengan sepenuh jijik mencoba melepaskan lengketan rumput dan lumpur danau dari bajunya,
ada yang masih mengeluselus kepala gundulnya yang masih perih terkena lemparan batu senior tadi saat ketahuan menurunkan sedikit batas air danau itu sampai ke dada (sebenarnya sih usaha untuk menghindari lumpur dan cacing masuk dari bagian leher baju!)

Begitulah
selesai acara berendam spa-lumpur, saat kita naik satu persatu
kita dibaptis dengan telur busuk+kotorankotoran lainnya yang dikucurkan dari kepala hingga bawah,
trus dijemur di pelataran LT-5 seperti daging sampah berjejer
trus dimandisiram 2 gayung (malah jadi tambah amis),
trus mengikuti semua perintah kengkreng dan pompa-seks
trus masuk kelas mengikuti materi, tapi (rasanya) hari itu singkat saja, mungkin karena para pengajar pun hampir pingsan membaui kita sepenuhnya di LT-5
trus keluar lagi mengejarngejar tandatangan senior
dan waktu pulangnya tak ada petepete yg mau mengangkut kita!
sedihnya nasib yunior
dan apalah gunanya semua penyiksaan ini?

Untuk sebuah kenangan, teman
kenangan yang tak kan terbeli oleh apapun juga
untuk sepotong memori lapuk yang akan kita tertawakan bersama bila saling bertemu
untuk sebuah perkawanan yang seharusnya abadi
untuk menanamkan suatu kepatuhan terhadap orangorang yang lebih tua daripada kita (sekarang tidak ada lagi nilai itu, sumpah! Yang yunior berani melawan padahal bego'nya 2009 kali daripada bego si senior!)
untuk sebuah arti dan pengertian bahwa hidup itu adalah putaran roda bagi masingmasing orang
bila pada subuh itu kita samasama direndam, sekarang ini kita terpencar, berkarya dan "menjadi orang" yang mogamoga berguna bagi siapa saja
bahkan ada yang sudah tidak ada
roda bundar yang akan terus berputar

Tak ingin terendam lagi dalam Danau Kenangan, bukan?
citacita terkejar, asa tercapai
Tapi sungguh, bila lewat di Pintu I Unhas, mengikuti jalan beraspalnya
selalu kutolehkan kepala memandangnya
Danau yang telah memberi arti lebih untukku dan mungkin untuk semuanya
walaupun dia bukan guru yang menerangkan A-Z-nya kehidupan
hanya sebuah danau tenang yang ternyata penuh lumpur
Herannya, setiap kali memandangnya, secuil rasa di hati mengirim sensor ke hemisferku dan terbukalah album kehidupanku
selalu begitu selama ini

OK Teman, selalu sehat, ya !
Salam Orbita'91

Sesi Curhat Siang

Suatu hari saat melakukan tugas sebagai seorang dokter spesialis bedah yang amat sangat sok sibuk di RS Maros, saya mendapatkan seorang ibu sebagai pasien bedah. Si ibu ini memiliki tumor di punggungnya, keliatannya sih tumor jinak, jadi dengan berbekal pemeriksaan laboratorium, kugiring ibu itu masuk ke ruang operasi.

Sebelumnya telah dilakukan sesi anamnesis (pertanyaan tentang keluhan pasien) dan pemeriksaan fisis. Saat sesisesi itu dilakukan, kuamati wajah si Ibu yang masih sangat cantik di umur 40an-nya. Kupikir, di mana ya pernah kulihat Ibu ini?

Nah, waktu operasi akan dimulai, kuperintahkan ibu tersebut untuk tengkurap karena tumor yang akan dievakuasi terletak di punggung kanan atas dekat bahu. Si Ibu menurutinya dan saya mulai melakukan prosedur steril (membersihkan dengan betadin-alkohol), drapping (menutup badan kecuali daerah operasi) dan memberikan anestesi lokal. Sambil menunggu bius lokalnya bekerja, kuajak lagi si Ibu bercakapcakap

"Maaf ya, Bu, sebenarnya Ibu umur berapa sih?" (actually it's not polite for asking somebody's age, but I don't care because it is continued with, "Kayak masih 20an tahun! Masih cantik dan muluuuus..." kataku memuji tulus sambil menatap lapangan operasiku yang cuma seukuran 10x10 cm
Betul saja, dia cekikikan disebut semuda itu, "Ah Dokter suka berlebihan, saya sudah 48 lho Dok."
"Oh ya? Tapi ndak keliatan. Sungguh. Wajah Ibu juga rasanya familiar sekali bagi saya. Mirip bintang film siapa ya?"
Si Ibu tambah kesenangan, "Masak sih Dokter, mirip siapa, Dok?"
"Nah itu dia, Bu, saya lupa Ibu mirip siapa..." jawabku sambil mulai mengiris.

Selama bekerja, saya terdiam, konsentrasi dengan pekerjaan saya sendiri.
Si Ibu pun kurasakan tenang selama prosedur operasi berlangsung.

Setelah selesai, luka operasi sudah dirapikan dan ditutup dengan kasa steril, kuminta pasienku itu untuk kembali terlentang.
Teramati sekali lagi wajahnya, mirip siapa ya?

Rupanya karena merasa diamati, si Ibu bertanya, "Dokter masih penasaran saya mirip siapa?"
Saya mengangguk dan dia pun melanjutkan dengan , "Mungkin dokter pernah lihat baliho saya terpajang di jalanan, saya Caleg, Dok, dari partai ... (diedit oleh a g i q)"
Teranglah pikiran saya, "Oh iyaaaaa..... pantas rasanya familiar sekali, ternyata sering dilihat ya Bu."
"Hahaha..." tawa si Ibu bergema anggun, "iya, Dok, bukan bintang film, kan!"
Saya mengajak si Ibu untuk kembali ke ruang periksa, selesai operasi ini dia bisa langsung pulang.
Si pasien duduk menunggui saya menuliskan laporan operasi dan resep untuk dibawa pulang.

"Sebenarnya saya tidak minat ikut Calegcaleg begitu, Dok!" ujarnya pelan namun cukup membuatku terkejut
"Lantas kenapa Ibu ikut?" tanyaku (mengimbangi keinginannya untuk curhat!)
Lalu apa jawabnya? "Untuk memenuhi quota, Dok. Tiap partai kan punya quota, saya pendaftar paling akhir waktu itu. Itu pun setelah saya dipaksapaksa keluarga yang ketua partai di Kabupaten ini."
"Jadi ibu terpaksa?" tanyaku iseng
"Iya dok!"
Hhaaa...?
"Kalo tidak dipaksa ngapain saya maju dan buangbuang uang untuk semua prosedur dan bikinbikin baliho serta sosialisasi seperti itu. Capek, Dok. Siangnya kalo ndak ngurus Salon, ya kumpul dengan temanteman dan tim sukses. Malamnya sosialisasi dengan masyarakat, keluarmasuk RT/RW! Mending saya memajukan usaha salon saya saja kan, Dok."
"Oh Ibu punya salon?" tanyaku kini penuh perhatian kepadanya setelah menuntaskan pekerjaanku dengan menandatangani berita operasi si Ibu.
"Iya, Dok. Salon gunting, creambath, ada juga spa-nya."
"Jadi sekarang gimana, Bu? Mau mundur dari pencalonan tidak lucu kan?"
"Ya iyyalah , Dok, bagaimana mau mundur, sudah di tengah jalan begini. Malah hampir finish kan. Saya cuma merasa saya tidak mampu dan itu bukan bidangku, tapi tim suksesku ngotot. Malah kata mereka pasti naik, kan pelanggan di salon bisa diajak mencontreng gambarku. Tapi saya jadi merasa makin aneh karena takut orang menganggap saya yang "buta-politik" ini hanya menjadi boneka di Partai, Dok. Ah bikin pusing saja." ujarnya panjang lebar sendu namun tersenyum.
"Jadi...." saya tidak tau mau komentar apa lagi, "Sudahlah, Bu... semangat saja!" seruku asal.
"Itulah, Dok, kayaknya saya tidak punya dorongan dari dalam diri saya sendiri, lihat bagaimana sajalah nantinya, tapi Dokter doakan saya ya, mudahmudahan saya mendapatkan apa yang paling sesuai nanti." pintanya berusaha bijak.
"Ya Ibu, saya doakan, bila Ibu terpilih, Ibu akan menjadi Anggota Legislatif yang baik, mengutamakan suara rakyat dan berjalan di alur yang benar. Tapi bila Ibu tidak terpilih pun, saya yakin, Ibu tetap akan jadi yang terbaik di bidang Ibu." saya menutup sesi curhat siang itu dengan, "Ibu, ini resepnya, 2 hari lagi datang kontrol ya, Bu, terima kasih."
 

THE SOUL © 2008. Template Design By: SkinCorner