Cermin





Sebelum operasi mesti bercermin.
Setelah operasi mesti bercermin.
Mau keluar visite pasien, mau pindah RS atau mau kembali ke rumah pun begitu, harus bercermin dulu.
Kenapa?
Ya untuk ngecek lipstik masih on ato sudah tinggal highlightnya saja, periksa alis simetris ato sudah tinggal sepotong, ngecek ada sisa daun sup ato cabe di gigi, untuk bersisir dan lainlain dan lainlain.

Seperti sekarang.
Walaupun banyak orang bilang saya tomboy, tapi saya tetap perlu bercermin.
Saya perlu cermin untuk melakukan semua aktivitas mahapenting itu.
Masalahnya saya tidak punya cermin di ruanganku di dalam OK ini.
Sudah pernah minta sama RS, tapi malah ditertawakan dan saya disuruh beli sendiri.
Kata mereka cermin itu murah, ada di manamana, ukurannya bermacammacam, mulai dari yang untuk melihat jerawat dan membesarkan bayangan pori sampai yang seukuran badan.
Masalahnya saya tidak suka membeli.
Saya sukanya yang pemberian.
Anugrah.
Anu Gratis... hahaha.... (huruf h untuk hahaha itulaaaah!)
Trus kalo dapat barang gratisan, dikasih orang, pemberian orang, saya akan otomatis mengucapkan, "Terimakasih baaaaaaanyak.... mudahmudahan tambah banyak rejekita, selaluki sehat dan bahagia! Terimakasih baaaaaaanyak!"
Diucapkan hikmat dan takzim dengan logat Bugis yang kental.
Soal cermin, saya tetap berharap kantor segera merealisasikan keinginan saya itu
Karena tidak mungkin saya berharap pada keluarga ato kawan saya memberikan cermin kan?
Karena kata orang Bugis, pamali menghadiahi keluarga dan kawan sebingkai cermin, nanti sial.
Jadi sekarang saya menunggu saja.
Sebuah cermin kecil untuk di atas wastafel itu tentu bagus.
Supaya saya bisa bercermin.
Supaya saya tidak perlu memakai layar kamera hape saya sebagai cermin.
Ruwetnya hidupku tanpa cermin.

No comments:

 

THE SOUL © 2008. Template Design By: SkinCorner