RAPORT


Raport berasal dari bahasa Belanda, artinya laporan, berisi barisan angka atau huruf hasil pekerjaan dan penilaian. Baik buruknya hasil tersebut adalah simpulan dari rentetan testes.ulanganulangan.ujianujian selama ini.
Raport itu dibagikan tiap akhir catur wulan atau semester, sesaat menjelang libur
Jadi bisa dikatakan angka di Raport dapat menentukan kita bisa bersenangsenang selama liburan atau tidak
Bayangkan kalau raport jelek, pasti dapat omel orangtua,
"Kok angkanya rendah?"
"Kenapa kamu tidak ranking?"
"Apa saja yang kau pelajari selama ini, sampai angkamu jelek?"
Orangtua yang mengajukan pertanyaan seperti ini mungkin tidak pernah menganalisa :
- apa penyebab nilai anaknya rendah
- kenapa anaknya tidak ranking
- apa saja yang dipelajari anaknya selama ini
Dan pertanyaan yang paling penting adalah : ORANGTUA KE MANA DAN NGAPAIN AJA SELAMA INI ??
Sistem sekolah juga mungkin perlu dicermati, apakah perlu betul ranking itu?
Untuk apa ranking diadakan?
Kenapa musti dipertandingkan?
Kementrian Pendidikan perlu lebih teliti mengamati, bahkan bila perlu mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Kita perlu mempertimbangkan apakah tidak lebih baik kalau diseragamkan saja semuanya : ranking dihapus saja. Institusi yang bergerak di bidang pendidikan pun tentunya bisa lebih fokus pada kemajuan individu (anak) dari waktu ke waktu, bukan memperhatikan ranking yang naik turun di antara siswanya.
Ingat, anak adalah individu.
Anak bukan orang dewasa dalam bentuk mini.
Setiap anak adalah istimewa?
Setiap anak sama hak dan kewajibannya di sekolah, juga dalam hal bermain dan bersenangsenang dengan kawan seumurannya.
Dan, selayaknya, ini bukan untuk dipertandingkan.
Bukan untuk diranking :
menjadi yang paling pintar di kelas,
nomor 2 terpintar,
nomor 3,
sampai anak yang terbodoh di kelas (bisa saja, bila memang diurut)

Perasaan menjadi ranking 1 pastinya senang, karena misalnyaaaaaa...... mendapat hadiah setumpuk buku cerita yang dibeli di Gramedia Pasar Senin lantas ditraktir di restoran Sate Betawi terenak seJakarta, boleh minum teh Sosro sampai 2 botol pun PapaIbu okeoke saja
Tapi proses menuju ke ranking itu panjang, sosodara sekalian, berliku, sulit, terjal (apaan sih....) Syukursyukur bila saat ujian tidak sakit.
Trus bagemana perasaan anakanak lain yang mau juga merasakan jadi ranking 1? Seandainya bisa bergiliran atau bergantian....

Banyak cara untuk melatih semangat berkompetisi.
Anakanak yang suka menari atau menyanyi atau melukis atau kesenian lain dikumpulkan, dilatih bersama, lantas dipertandingkan.
Anakanak yang hobby berdebat (tidak termasuk mendebat orangtua dengan kepala batunya) dikumpulkan dalam tim debat, dibimbing lalu dipertandingkan.
Anakanak yang jago fisika, kimia, matematika, bahasa Arab masingmasing dipertandingkan (mudahmudahan tidak ada pertandingan fisika-kimia-matematika dalam bahasa Arab, sulitnya itu!!)
Anakanak yang suka olahraga saling diperlombakan.
Bahkan anakanak yang tidak suka semuanya, boleh dudukduduk di tepi lapangan menjadi Tim Hore, yang yelyelnya paling oke juga mendapat hadiah....
Semua senang
Semua bahagia

Oh ya jangan lupa, anakanak itu harus dipersiapkan pula mentalnya sebelum bertanding, sapatau ternyata kalah!
Mereka yang kalah harus dibesarkan hatinya bahwa walaupun tidak menang mereka adalah orangorang pilihan dari sekolah mereka, mereka tetap yang terbaik!

Untung saja sekolah Attis tidak menganut paham ranking ini
Mereka percaya semua anak istimewa, semua mendapat perhatian yang sama banyaknya.
Orangtua tidak dikumpulkan dan diumumkan siapa yang menjadi yang terbaik semester ini, tapi orangtua dipertemukan satu persatu dengan wali kelasnya, kami ngobrol soal angkaangka anak, soal tingkah laku mereka, soal perkembangan mereka selama 1 semester ini.
Angka yang tercantum di Raport pun adalah akumulasi monthly test dan ulangan semesternya
Dan disajikan dalam 3 lajur angka : angka standar sekolah, angka pribadi anak dan angka ratarata kelas.
Saya sebagai orangtua sangat senang dengan metode ini, apalagi melihat angka anak yang hampir semua jauh di atas ratarata standar dan ratarata kelas,
Saya ngakak ketika tau angka Mandarin Attis standar saja, tapi tertutupi oleh angka Sciencenya yang tinggi. Di situ saya makin yakin kalau dia bukan orang Tionghoa, tapi aseli Belanda (lho....).
Saya jadi tau bahwa dia sangat cepat menangkap pelajaran Ilmu Pasti dibanding yang lain
(mungkin bisa saya mulai mencicil peralatan kedokteran untuk Attis mulai sekarang!!) --> sabar Ibuuuuuuu.......
Saya juga tidak merasa perlu tau anak saya ranking berapa atau siapa anak terpintar di kelasnya karena itu tidak penting buat saya, buat sekolah, buat anak.

Begitulah
Itu pengalaman pertama saya menerima raport semester kelas 1 SD untuk Attis.
Ini foto tadi pagi waktu sedang antri.
Mudahmudahan selalu begitu
Dia tetap pintar, sehat dan selalu bahagia
Dan saya tetap narsis....

No comments:

 

THE SOUL © 2008. Template Design By: SkinCorner