My First Ompong


Karena libur sekolah maka setiap hari sejak minggu lalu saya disuruh ikut pergi ke tempat kerja Ibu, Papa atau Puang Ibu. Bergantiganti. Siapa saja di antara mereka yang waktu dan pekerjaannya ringan hari itu, saya akan ikuti sepanjang hari.
Kadang di RS tempat mereka bekerja banyak juga anakanak dokter atau perawat yang ikut orangtua mereka, akhirnya saya punya beberapa teman, kadang lebih muda dari saya, sepantaran atau lebih kakak. Bila kebetulan tak ada anakanak, saya bermain dengan perawat yang juga sedang ringan pekerjaannya. Mereka menemani saya ngobrol atau menggambar.
Sebelum ke RS saya dibekali makanan dan minuman, buku cerita atau buku gambar plus klerwarnanya, kata Ibu supaya tidak rewel dan mengganggu orang lain. Tapi sebenarnya saya lebih suka main kelereng, main gambartempel/wayang atau kejarkejaran dan main petakumpet dengan temantemanku itu. Kadang juga saya mengambil kertas yang banyak tertumpuk di atas meja atau di dalam lemari lalu melipatlipatnya menjadi pesawat terbang yang kemudian kutiup dan kulayangkan ke depan. Pesawat kertas akan terbang indah akibat tiupanku! Betulan! Coba saja melempar tanpa ditiup, pesawat akan jatuh dan tak jauh melayang. Musti kutanyakan ini bagaimana mekanismenya pada Papa suatu waktu kelak.
Tak bisa kutanyakan pada Ibu, karna Ibu kadang cerewet memeriksa kertas pesawatku, katanya, "Attiiiiisssss.... dari mana lagi kau ambil itu kertas? Janganjangan kertas penting buat akreditasi!!!"
Apa itu akreditasi? Musti kutanyakan juga pada Ibu suatu waktu kelak.
Ibu juga suka mengomel kalau saya ketahuan naik di brankar untuk menerbangkan pesawat. Dia selalu takut saya jatuh. Padahal mustinya dia berpikir, bagaimana bisa menerbangkan pesawat bila tempatnya tidak tinggi. Langsung jatuh ke lantai toch! Tidak melayanglayang dulu.

Nah, hari ini saya direncanakan untuk ikut Ibu ke RS. Tadjuddin. Setelah mandi, saya duduk di depan TV menunggu Ibu siap.
Tapi tibatiba Puang Ibu menyuruhku untuk ikut dengannya ke Dadi, tempat kerja Puang Ibu. Katanya, "Ayo ikut sama Puang Ibu ke Dadi, sebentar kita pergi cabut gigimu, lalu kita pergi makan gadogado!"
Ah.... enaknya itu gadogado, saos kacangnya banyaaaak, telurnya 1 dan kerupuknya lebaaaar.....
Tapi cabut gigi? 
Saya berusaha menolaknya, takut, kataku, "Ikut Ibu saja, Puang Ibuuuuu..... cabut gigi sakiiiiit"
"Tidaklaaaah.... itu gigimu sudah goyang toch, cuma sedikit digoyang saja akan tercabut. Lagipula gigi di belakangnya sudah tumbuh, kalo tidak dicabut bisa jadi seperti giginya Barong yang  bersusunsusun. Ayoooo, baru kita pigi makan gadogado!"
"Ibuuuuuu....." seruku meminta pertolongan Ibu. Tapi rupanya Ibu setuju dengan perintah Puang ibu. Saya menyesal tadi tidak ikut Papa saja. Ibu betulbetul payah nih, tidak berusaha menyelamatkanku sedikit pun!

Akhirnya waktu cabut gigi pun tiba
Tidak usah saya ceritakan betapa sakitnya saat gigi itu ditarik keluar.
Padahal sebelumnya dikasi jelly strawberry dulu yang kata dokter gigi supaya waktu giginya keluar tidak nyeri.
Huh.... apaan tidak nyeri, it's nyeri sekali!! It's very very nyeri!!
Saya berteriak kaget, "AAA........!!!"
Trus saya disuruh gigit kapas.
Supaya tidak berdarah. Semua orang tertawa dan bertepuk tangan.
Kata mereka, saya anak pintar, dan berani, dan jagoan, dan kece (yang di belakang itu saya saja yang tambahkan, supaya lebih OK)
Tapi sebenarnya saya kecewa..... 
Gigiku ompong, sakit dan tidak dijajanin gadogado, karena tidak bisa mengunyah!!
Sepertinya saya tertipu!
Hm.... tapi saya tidak boleh terlihat cengeng, saya musti cerita ke Ibu dan Papa kalo saya berani, cuma berteriak sedikit. Sedikit sekali....
Waktu sekecil saya, pasti mereka takut sama yang namanya dokter gigi deh!
Pasti mereka mengkerut dan menangis sejadijadinya bila diajak ke dokter gigi. Tidak seperti saya. Saya yakin itu.

*besok musti jadi pigi makan gadogado
*mudahmudahan tidak tertipu lagi

No comments:

 

THE SOUL © 2008. Template Design By: SkinCorner