Seventh December Twothousand and Ten


71210 : Happy anniversary, dear Bang Azwar, hopely we're always going thru in happily and healthy life! May God bless our togetherness !)

Sudah tujuh tahun kita mengayuh biduk ini berdua, Sayang.
Hari ini ingin kuhabiskan denganmu saja, tapi.... Attis banyak tingkah sekali, trus Ibu ngajak lunch di luar, trus jalanan rame, huaaaa..... when will you be mine, Hon? rengek kita tadi hampir bersamaan!
Hahaha... kayak anak kecil saja ya?
Tapi itulah kita, saling merengek dan menuntut waktu untuk bisa bersama di antara padatnya keseharian kita. Tapi yang tak kalah banyaknya juga saling membagi kebahagiaan tentunya!
Ada lagi satu pernyataan yang hampir bersamaan kita lontarkan dan kita iyakan tadi, lucu, tapi serius : "Selamat hari jadi, Sayang, tujuh tahun yang panjang sekaligus singkat yaaa....." begitu kirakira seruan kita tadi.
Memang sangat banyak kejadian yang terjadi selama tujuh tahun ini, rasanya sudah lama sekali waktu berlalu sejak kita berumahtangga, rasanya bukan tujuh tahun tapi sudah sekitar duaratus tahun! Tapi memang tujuh tahun. Kalo orang Inggris ngomong, "Seven years it is!" dengan penekanan pada bagian is-nya!
Tapi tujuh tahun itu kok rasanya singkat juga ya? Barubaru saja rasanya kita sungkem ke orangtua kita waktu nikah, padahal itu kejadian tujuh tahun lalu! Kalo orang Bugis bilang, "Cocok mi itu, kasi'na!"

Orang bilang, bila kau menginginkan sesuatu maka berusahalah dan memintalah pada Tuhanmu, Dia akan memutuskan kau akan mendapatkannya atau tidak. Dua faktor penting itu selalu beriringan, jangan sampe ada yang terlupa dan dilalaikan.
Dan dua faktor penting itulah yang selalu kita jalankan sekarang, bukan begitu, Honey?
Sebetulnya dari duluuuu sekali, bahkan sebelum kita bersama ya.

Hon, kita ceritakan kembali kisah kita dulu ya, saat kita mengharap dan berusaha dan berdoa.
Mungkin sudah ada yang tau, tapi buat yang belum tau, marilah kuceritakan :

Saat itu saya dan Bang Azwar belum menikah. Kami berkesempatan menunaikan ibadah haji bersamasama. Sebagai hadiah Dokter Teladan 2000, pemerintah ‘menugaskan’ kami menjadi dokter kloter haji tahun 2001. Tentu dengan senang hati kami menerima tugas mulia ini.


Kami sering shalat di depan Multazam, tempat paling barokah kata orangorang dan di depan Multazam itulah kami mendrop banyak doa, meminta kesehatan, memohon citacita kami dikabulkan, dan lainlain.
Hari itu, saya dan Bang Azwar duduk bersisian usai shalat ashar di tempat favorit kami tersebut. Kami masih duduk membaca doa dan terpekur untuk kesekian kalinya memandang takjub putaran jutaan manusia di bawah sana berthawaf. Mengelilingi Ka’bah 7 kali. Lantun doa terdengar gemuruh memberi warna tersendiri.

Saat itulah, terbang seekor burung merpati, rendah di atas kepala kami, berputarputar. Burung merpati memang sangat banyak jumlahnya di halaman mesjid, jinak, dan kami sering membeli 1 kantong biji gandum seharga 1 real untuk memberi mereka makan langsung dari telapak tangan kami. Menurut cerita orang, merpati adalah burung peliharaan nabi Muhammad SAW.

Merpati yang terbang di atas kepala kami tadi kemudian menjatuhkan biji gandum di atas sajadah kami. Sajadah saya dan sajadah Bang Azwar yang masih terhampar di hadapan kami. Saya tertawa dan berkata, “Lucunya burung itu, dia kira kita juga makan gandum kali ya?”
Bang Azwar juga ikut tertawa.
Lalu saya dan Bang Azwar mengumpulkan bijibiji gandum di atas kedua sajadah kami. Dari kedua alas sembahyang itu kami mengumpulkan biji gandum sebanyak tujuh. Biji gandum itu berjumlah tujuh. TUJUH. Angka yang oleh sebagian orang dianggap punya makna penting. Kami mencari lagi siapa tau ada yang masih tersisa, tapi ternyata sudah tidak ada lagi yang lain. Pun di atas lantai atau sajadah orang di sebelah kami.
Bang Azwar berkata, “Simpan saja, Gi!” setelah saya menyerukan jumlah tujuh biji gandum.
Kami menyimpannya hingga saat ini. BUkan untuk menjadi jimat, tapi hanya disimpan sebagai kenangan. Entah pertanda apa ketujuh biji gandum itu. Tapi kami berdua yakin pada waktu itu (dan sampai saat ini) bahwa Tuhan Yang Maha Tau dan Maha Penyayang memberikan tanda untuk menyatukan kami berdua. Amien...







Lalu, pada suatu malam, saat itu malam tahun baru Hijriah 1423, saya dan Bang Azwar mengambil keputusan untuk bermalam di Mesjidil Haram. Sudah jam 9 malam ketika kami sampai di mesjid. Saya ajak Bang Azwar untuk naik ke pelataran lantai 4, bagian mesjid yang tidak beratap, “Yuk kita lihat langit!” begitu ajakku. Bang Azwar mengangguk dan kami pun melangkah ke eskalator menuju lantai 4. Tidak ada orang yang mengikuti jejak kami. Suasana bagian mesjid ini sepi. Mungkin di pelataran di atas banyak orang ya? Begitu bathinku saat itu.
Sesampai di lantai 3, baru akan melangkah ke jejakan eskalator berikutnya, tibatiba, entah muncul dari mana, seorang wanita berjubah dan bercadar hitam datang dan berseru pada kami, “Hayya hajjah, hayya hajj,” lalu mengulurkan tangannya, ternyata dia memberikan 2 buah kembang gula berbentuk wajah orang, warnanya satu pink dan satunya lagi hijau. Kuambil dan kuserukan “Thankyou, hajjah!” lalu kami kembali mengamati kedua permen itu. Mungkin cuma tiga detik, mungkin lima detik, saat kuangkat wajahku, wanita berjubah itu sudah hilang. Kutengok ke eskalator turun dan yang naik, dia tidak ada. Mana mungkin dia menghilang begitu cepat? Saya dan Bang Azwar kembali terperangah merasakan keanehan/keajaiban ini.
“Mungkin tadi itu malaikat ya Azwar?” tanyaku dengan sepenuh heranku.
“Tapi permennya asli, Gi!”
“Iya tapi ke mana dia?”

Tidak ada orang lain di dekat eskalator itu, selain kami berdua!
Mungkin bila seperti di filmfilm, mustinya bisa kami lihat asapnya dulu sebelum dia betulbetul menghilang. Ah, dia raib terlalu cepat!
Saya tidak ingat apa saya memakan permen itu, kayaknya sih iya, yang saya ingat, Bang Azwar kuberi satu yang warna hijau.
Kembang gula berarti manis ya? Mudahmudahan hidup kami dipenuhi kemanisan, Insya Allah. Amien.


Begitulah.
Dan selama tujuh tahun ini kami telah melalui banyak hal bersama, suka dan duka, ada yang diberi pertanda sebelumnya oleh Tuhan, ada yang tidak. Tapi semua tetap menjadi berkah yang membahagiakan dan pelajaran yang menyenangkan dalam berkehidupan. Karena memang harus begitu. Tidak boleh ada yang disesali, malah harus disyukuri karena dalam doa kami selalu terikut kalimat, "Ya Tuhan, berilah kami yang terbaik!" Jadi kami percaya saja bahwa apa yang kami dapatkan itulah yang terbaik!

Jadi, semua pengharapan yang diiringi doa dan usaha memang HARUS dilakoni, lalu biarkan Tuhan yang memutuskannya.

Bukan begitu, Honey? Bang Azwar mengangguk dan tersenyum, mestinya menyetujuinya kan? Masa tidak setuju sambil tersenyum dan mengangguk? hahaha...
Papa sudah mengantuk, Attis juga sudah bobo, Rumah sudah senyap juga.
Tuhanku, lindungi dan berkahilah keluargaku selalu
Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami memohonkan pertolongan.

4 comments:

Susan Tombokan said...

Selamat y dok,sukses snantiasa menyertai dokter n'fam..,salam buat sikecil.

Sari Handayani Pusadan said...

very inspiring ka... i like it! :)

Selvi Josten said...

Hmmhhh mesranya, romantisnya,...Selamat ya Gi? smga tercapai semua cita2nya

Febriani Mustomo said...

Selamat bu dokter, semoga tetap menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah...Amiiin YRA (kyk kurasa spt mama dedeh lg ceramah, hehehe)

 

THE SOUL © 2008. Template Design By: SkinCorner